Kelemahan Mesin J-20 Jadi Sorotan Utama Jet Tempur China
Kelemahan mesin J-20 kini menjadi pusat perhatian dalam analisis militer global. Jet tempur siluman Chengdu J-20, yang sering dipajang sebagai simbol kebanggaan kemajuan militer China, menghadapi kritik dari para pakar terkait performa dan kesiapan operasionalnya.
Lewat penelusuran terbaru dan data publik per September 2025, berikut lima fakta penting mengenai kelemahan mesin J-20 dan dampaknya terhadap kapabilitas tempur China.

1. Masalah Mesin Domestik: WS-15 Belum Konsisten
Salah satu tantangan paling nyata adalah pengembangan mesin domestik WS-15. Mesin ini dimaksudkan untuk menggantikan mesin-mesin awal seperti AL-31 Rusia dan varian WS-10 China.
Meski ada laporan bahwa produksi serial WS-15 telah dimulai, banyak pihak meragukan apakah versi mesin yang digunakan pada armada J-20 sudah benar-benar matang dan andal di berbagai kondisi penerbangan.
Akibatnya, kemampuan untuk mempertahankan kecepatan supersonik dalam jangka panjang (supercruise) dan penggunaan misi jangka panjang menjadi terbatas.
2. Produksi Meningkat, Tapi Kualitas dan Pemeliharaan Menjadi Tantangan
Dalam pameran dirgantara Changchun Air Show 2025, terungkap bahwa sudah ada 300 unit J-20 yang tampak dalam layanan aktif.
Namun, angka kuantitas ini tidak serta-merta mencerminkan kesiapan tinggi. Kelemahan dalam rantai pasokan suku cadang, kualitas komponen, dan keandalan pemeliharaan menjadi hambatan utama agar jet-jet tersebut dapat terbang dengan frekuensi tinggi dan dengan tingkat kesiapan tinggi.
Masalah pemeliharaan ini berpotensi membuat banyak unit J-20 “parkir” atau digunakan kurang optimal dalam tempo konflik intensif.
3. Efek pada Kinerja Stealth & Penampang Radar
Mesin bukan satu-satunya titik lemah — aspek siluman (stealth) juga turut dipertanyakan. Penampang radar (RCS) dari J-20 dianggap relatif besar dibanding jet siluman Amerika seperti F-22 dan F-35.
Ukuran bodi yang besar, desain canard, dan penerbangan publik yang membeberkan tampilan pesawat memudahkan lawan melakukan studi terhadap fitur stealth-nya.
Mesin yang kurang optimal juga dapat memancarkan panas berlebih, yang menjadi peluang bagi sensor inframerah lawan. Dengan demikian, kelemahan mesin dan masalah stealth bisa saling memperkuat kerentanan pesawat ini di medan tempur modern.
4. Peningkatan Radar: Upaya Menambal Kekurangan Mesin
Menyadari kelemahan teknis pada mesin dan aspek siluman, China dilaporkan meningkatkan sistem radar J-20 dengan teknologi semikonduktor berbahan silikon karbida (SiC). Inovasi ini diklaim mampu memperbesar jangkauan deteksi radar hingga tiga kali lipat dibanding versi sebelumnya.
Dengan radar yang lebih sensitif dan jangkauan lebih jauh, J-20 berpeluang mengejar celah teknis lain selama masih dalam jangkauan sensor. Namun demikian, radar canggih tidak bisa sepenuhnya menutupi keterbatasan mesin dalam duel udara jangka panjang.
5. Varian Dua Kursi (J-20S) sebagai Strategi Baru
Selain fokus memperbaiki mesin, China juga mengembangkan varian dua kursi dari J-20, yakni J-20S, yang kini dikabarkan hampir siap operasional.
Varian dua kursi ini memungkinkan seorang pilot kedua menangani sistem sensor, koordinasi data, dan serangan elektronik, sementara pilot utama tetap fokus manuver. Strategi ini bisa menjadi langkah adaptasi taktis terhadap kelemahan-kelemhan teknis yang masih ada.
Namun, J-20S tidak menyelesaikan secara langsung kelemahan mesin J-20 — mesin tetap menjadi komponen kritis yang harus ditangani agar keseluruhan platform bisa diandalkan.
Implikasi Strategis: Apakah J-20 Semata-Mata Prestise?
Kelemahan mesin J-20 membuka pertanyaan apakah pesawat ini lebih sebagai proyek prestise daripada alat tempur efektif dalam skenario perang modern. Analisis oleh para pakar mengatakan bahwa meski China bisa memproduksi banyak unit, kualitas teknis dan kesiapan operasional adalah faktor penentu kemenangan udara.
Dalam konflik berintensitas tinggi, pesawat yang sering grounding atau kalah daya dalam duel udara akan lebih cepat dikalahkan daripada pesawat yang superior secara teknis meskipun jumlahnya lebih sedikit.
Kesimpulan & Harapan ke Depan
- Kelemahan mesin J-20 adalah masalah mendasar yang membatasi potensi maksimal jet ini.
- Meski produksi telah meningkat secara kuantitas (300 unit dilaporkan), kualitas dan kesiapan operasional masih perlu pembenahan serius.
- Pengembangan radar canggih dan varian dua kursi adalah upaya mitigasi, tetapi bukan solusi menyeluruh.
- Untuk menjadi “game-changer” udara sejati, J-20 harus melalui proses pengujian tempur, perbaikan mesin, dan penerapan doktrin operasi modern yang matang.
China kini berada di persimpangan: apakah J-20 akan melewati fase dominasi simbolik menjadi alat nyata dalam konflik masa depan, atau tetap menjadi proyek ambisi tingkat tinggi tapi rentan saat diuji kenyataan perang modern.