5 Alasan Perusahaan di AS Hindari Rekrut Gen Z Meski Mereka Punya Keahlian Digital
Hindari rekrut Gen Z — inilah kalimat kunci yang langsung menjadi sentral di paragraf pembuka artikel ini. Laporan terbaru mengungkap bahwa sejumlah perusahaan di Amerika Serikat secara aktif menghindari merekrut pegawai dari Generasi Z, meski mereka dikenal melek digital. Survei terkini dari Resume.org bahkan menunjukkan bahwa 1 dari 10 perusahaan sepenuhnya menolak kandidat Gen Z karena fenomena “ghosting” yang semakin sering terjadi.
Apa Penyebab Perusahaan Hindari Rekrut Gen Z?
1. Ghosting yang Merusak Kepercayaan
Menurut survei Resume.org (Juni 2025), 54 % manajer HR mengalami Gen Z “menghilang” setelah diberikan tawaran kerja, dan 1 dari 10 kini menolak mempertimbangkan kandidat Gen Z sama sekali. Tren ini diperkuat oleh laporan Times of India yang menyebut fenomena “1 in 10 employers now avoid hiring Gen Z” akibat ghosting yang mengikis kepercayaan dalam proses rekrutmen.
2. Kesenjangan Keterampilan Soft Skills
Secara historis, survei General Assembly (akhir 2024) mengungkap bahwa lebih dari seperempat eksekutif menolak merekrut lulusan baru (Gen Z) karena kekurangan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan kemampuan beradaptasi. Data dari Intelligent.com juga menunjukkan bahwa 1 dari 6 perusahaan Hindari Rekrut Gen Z karena minimnya kesiapan kerja, etika, dan kemampuan menerima masukan.
3. Paradox “Pengalaman Diperlukan” di Era AI
Menurut laporan SignalFire (Mei 2025), di sektor teknologi, kebutuhan akan pegawai entry-level menurun hingga lebih dari 50 %, karena banyak tugas diotomasi oleh AI. Start-up dan perusahaan besar kini lebih memilih tenaga berpengalaman yang bisa langsung berkontribusi tanpa pelatihan panjang—sebuah paradoks bagi Gen Z yang belum punya pengalaman lapangan.
4. Pandemi dan Hilangnya Keterlibatan Sosial
Pandemi membawa dampak besar pada perkembangan Gen Z. Keterbatasan interaksi sosial dan pendidikan virtual selama masa kuliah banyak mengurangi kesempatan mereka mengembangkan soft skills penting seperti negosiasi, kepercayaan diri, dan kemampuan bersosialisasi. Pakar menyarankan bahwa lembaga pendidikan dan perusahaan perlu bekerja sama untuk memperbaiki celah ini.
5. Lingkungan Ekonomi yang Membayangi
Ekonomi yang tidak stabil dan kebijakan proteksionis di AS membuat perusahaan enggan mengambil risiko mempekerjakan talenta muda tanpa bukti performa langsung. Survei Axios (Agustus 2025) mengungkap bahwa persentase pengangguran di antara pendatang baru—seperti lulusan baru—mencapai 13,4 %, tertinggi dalam 37 tahun terakhir Axios. Hal ini semakin memperkuat keputusan manajer untuk lebih memilih kandidat berpengalaman atau bahkan AI.
Ringkasan Tabel
Alasan Hindari Rekrut Gen Z | Penjelasan Singkat |
---|---|
Ghosting | Kandidat menghilang setelah tawaran |
Soft skills kurang | Komunikasi, kolaborasi, adaptasi |
Pengalaman dibutuhkan | AI dan efisiensi tekan kebutuhan pelatihan |
Pandemi menghambat sosial | Kurangnya interaksi tatap muka dan pengalaman kerja |
Ketidakpastian ekonomi | Risiko tinggi dalam rekrutmen talenta baru |
Solusi dan Rekomendasi
- Perusahaan perlu menawarkan pelatihan soft skills secara proaktif untuk Gen Z, misalnya kelas komunikasi, kerja tim, atau resolusi konflik.
- Lembaga pendidikan dan organisasi industri harus mengintegrasikan pelatihan profesional dalam kurikulum—oleh karena itu, Gen Z bisa siap kerja lebih matang.
- Pengelolaan proses perekrutan: dengan mengatasi ghosting melalui komunikasi yang lebih cepat, jelas, dan personal, kepercayaan bisa dibangun kembali.
- Perusahaan terutama di sektor teknologi perlu mempertimbangkan talenta muda sebagai investasi jangka panjang meski saat ini enggan melakukan pelatihan—untuk menjaga keberlanjutan talenta digital.
“Hindari rekrut Gen Z” memang tren yang terlihat nyata dalam beberapa survei di AS. Namun, di tengah tantangan seperti ghosting, kekurangan soft skills, dan dampak pandemi, pendekatan kolaboratif antara perusahaan dan lembaga pendidikan adalah jalan ke depan. Satu hal yang pasti: mengabaikan generasi Gen Z berarti melewatkan bakat digital yang adaptif, kreatif, dan punya potensi tinggi di dunia kerja masa depan.