5 Fakta Exclusive Kebijakan Seleksi Mahasiswa Bullying di Korsel

Kebijakan seleksi mahasiswa bullying mulai diterapkan di Korea Selatan

Kebijakan seleksi mahasiswa bullying kini menjadi bagian besar dalam proses penerimaan mahasiswa di Korea Selatan. Universitas-universitas ternama mulai menolak pelamar yang memiliki catatan perundungan di sekolah — meskipun nilai akademik mereka sangat tinggi.

Apa yang berubah dalam kebijakan seleksi mahasiswa bullying

Mulai tahun ajaran 2025, enam dari sepuluh universitas nasional unggulan di Korea Selatan telah secara terbuka menolak pelamar yang memiliki riwayat kekerasan atau bullying di sekolah.

Kebijakan seleksi mahasiswa bullying
Seoul National University.

Dua pelamar dengan skor ujian masuk (College Scholastic Ability Test/CSAT) tinggi di Seoul National University (SNU) ditolak karena catatan perundungan.
Universitas seperti Kyungpook National University menolak 22 pelamar pada satu siklus admissions karena riwayat tersebut — jumlah tertinggi dari semua universitas nasional.

Universitas-universitas kini mempertimbangkan rekam jejak karakter dan bukan hanya skor akademik dalam proses seleksi. Ini menandai perubahan besar dalam sistem penerimaan mahasiswa di Korea.

Bagaimana mekanisme penerapan kebijakan seleksi mahasiswa bullying

Jalur penerimaan

Di Korea Selatan terdapat dua jalur utama masuk universitas:

  • Jalur awal (early admissions) — menggunakan catatan sekolah, wawancara dan prestasi selain hanya ujian.
  • Jalur reguler (regular admissions) — terutama mengandalkan skor CSAT.

Penalti untuk pelaku bullying

Beberapa universitas telah menetapkan sistem pengurangan poin atau langsung penolakan bagi pelamar yang memiliki riwayat kekerasan sekolah. Contoh: Kyungpook menerapkan pengurangan 10 poin untuk pelanggaran ringan, hingga 150 poin untuk kasus pemindahan sekolah atau pengusiran.
Mulai tahun 2026, seluruh universitas di Korea Selatan akan diwajibkan menerapkan pemotongan nilai atau penolakan bagi pelamar dengan riwayat bullying — tanpa terkecuali jalur mana pun.

Alasan di balik kebijakan seleksi mahasiswa bullying

Beberapa faktor mendorong munculnya kebijakan ini:

  • Meningkatnya sorotan publik terhadap bullying di sekolah, termasuk kasus yang melibatkan anak pejabat tinggi, yang dianggap melewati toleransi sosial.
  • Perubahan budaya bahwa pendidikan tinggi tidak hanya soal intelektual, tapi juga karakter dan tanggung jawab sosial. Universitas pun mulai mengambil sikap bahwa pelaku bullying tidak sekadar “masalah sekolah”, namun pelanggaran kepercayaan publik.
  • Upaya pencegahan lebih awal: dengan menolak pelamar pelaku bullying, diharapkan lingkungan kampus dan masyarakat lebih aman dan beradab.

Tantangan dan kritik terhadap kebijakan seleksi mahasiswa bullying

Meski niatnya baik, kebijakan seleksi mahasiswa bullying ini juga menghadapi sejumlah kritik:

  • Penentuan bukti bullying dan verifikasi rekam jejak dianggap sulit dan berpotensi memunculkan sengketa hukuman administratif.
  • Ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini hanya “mengobati” gejala dan bukan akar dari perilaku bullying di sekolah. Seperti yang dikatakan oleh akademisi bahwa universitas melakukan remedial setelah masalah muncul, bukan pencegahan sejak awal.
  • Kemungkinan munculnya beban hukum baru: pelamar yang ditolak bisa menggugat keputusan universitas — lembaga hukum dan pengacara mulai dilibatkan.

Dampak kebijakan seleksi mahasiswa bullying terhadap mahasiswa dan sekolah

Dampak terhadap pelamar

Pelamar dengan catatan bullying kini harus sangat berhati-hati karena tidak hanya nilai akademik yang diperhitungkan, tetapi juga rekam jejak sosial-akademik. Mereka dengan nilai tinggi tetap bisa ditolak jika memiliki riwayat.

Dampak terhadap sekolah

Sekolah diharapkan semakin serius dalam menangani bullying — dari sekadar mediasi ke tindakan yang lebih sistematis. Hal ini akan menekan budaya “bullying bisa diabaikan” yang dahulu sering terjadi.

Dampak terhadap masyarakat & dunia pendidikan

Kebijakan ini mencerminkan perubahan paradigma: bahwa pendidikan tinggi harus mempersiapkan bukan hanya ahli di bidangnya, tetapi juga warga yang bertanggung jawab. Universitas pun mulai melihat proses seleksi sebagai bagian dari pembentukan nilai sosial.

5 Fakta penting Kebijakan seleksi mahasiswa bullying

  1. 45 pelamar dari enam universitas nasional unggulan ditolak karena riwayat bullying pada siklus penerimaan 2025.
  2. Pelamar di SNU bisa ditolak meskipun punya skor CSAT tinggi, jika memiliki catatan perundungan.
  3. Kyungpook National University menolak paling banyak, yaitu 22 pelamar karena kebijakan ini.
  4. Mulai tahun 2026, seluruh universitas Korea Selatan harus menerapkan aturan pemotongan nilai atau penolakan bagi pelamar dengan riwayat kekerasan sekolah.
  5. Sistem hukuman bullying di sekolah Korea kini lebih tertata — pelanggaran tingkat tinggi (misalnya pemindahan sekolah atau pengusiran) tercatat di catatan resmi siswa dan mempengaruhi masa depan pendidikan tinggi.

Apa yang perlu diperhatikan oleh calon mahasiswa internasional?

Bagi calon mahasiswa internasional atau yang mempertimbangkan studi di Korea:

  • Perhatikan bahwa selain nilai akademik, rekam jejak sosial di sekolah asal Anda (termasuk catatan disiplin) bisa jadi bagian dari pengecekan.
  • Meskipun Anda dari luar Korea, kebijakan ini menunjukkan tren bahwa nilai moral/karakter semakin diperhitungkan — sehingga portofolio dan rekomendasi juga penting.
  • Jika Anda memiliki catatan minor dari sekolah asal, sebaiknya cek kebijakan universitas target secara spesifik karena implementasi berbeda-beda antar kampus.
  • Persiapkan diri dengan dokumentasi lengkap, termasuk surat rekomendasi dan klarifikasi jika ada catatan lama — transparansi bisa menjadi aset.

Kebijakan seleksi mahasiswa bullying menandai versi baru dari penerimaan mahasiswa di Korea Selatan — di mana nilai akademik saja tidak cukup, karakter dan rekam jejak sosial juga menjadi faktor penting. Dengan kemajuan ini, sistem pendidikan tinggi di Korea mencoba menjawab tantangan besar bullying di sekolah dan menegaskan bahwa lingkungan kampus harus bebas dari pelaku kekerasan.

Bagi calon mahasiswa dan institusi di luar Korea, ini bisa menjadi sinyal bahwa dunia pendidikan global mulai bergerak ke arah yang lebih holistik — tidak hanya “apa yang Anda tahu”, tetapi juga “bagaimana Anda berperilaku”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *