7 Fakta Kasus Gangguan Jiwa Akibat Menonton Film Horor di Sekolah
Kasus gangguan jiwa akibat menonton film horor yang dialami seorang siswi di sekolah menimbulkan sorotan publik dan akhirnya berpuncak dalam putusan pengadilan. Berikut 7 fakta penting yang terungkap dalam kasus ini:

1. Latar Belakang Kasus Gangguan Jiwa Akibat Menonton Film Horor di Sekolah
Siswi berinisial Zihan, yang belajar di sebuah sekolah di Hengzhou, Nanning, dilaporkan mengalami gangguan mental setelah menonton film horor saat sesi belajar mandiri (self-study) di kelas.
Kelas menjadi self-study karena guru yang bertanggung jawab sedang cuti.
2. Keputusan Menonton Film Horor
Saat sesi belajar mandiri, sejumlah siswa mengusulkan untuk menonton film. Usulan tersebut kemudian mendapat persetujuan dari wali kelas dan semua murid di kelas, sehingga film horor diputar di ruang kelas. Bahkan sekolah menyatakan bahwa pemutaran tersebut berizin.
Judul film horor tersebut tidak diungkap dalam dokumen pengadilan.
3. Gejala Psikologis Setelah Menonton
Beberapa jam setelah menonton film, tepatnya malam harinya, Zihan mulai menunjukkan perilaku yang mengkhawatirkan: ucapannya menjadi tidak jelas dan dia tampak bingung saat mengobrol lewat aplikasi WeChat dengan ibunya.
Perilaku ini kemudian berlanjut beberapa hari hingga orang tuanya membawa dia ke rumah sakit.
4. Diagnosis Medis: Psikotik Akut dan Sementara
Setelah pemeriksaan, dokter mendiagnosis Zihan sebagai menderita acute transient psychotic disorder (gangguan psikotik akut dan sementara), kondisi di mana seseorang kehilangan kontak sebentar dengan realitas karena tekanan psikologis.
Pakar menyebutkan bahwa kondisi gangguan jiwa akibat menonton film horor di sekolah ini bisa dipicu oleh stres atau kejutan emosional, terutama bagi individu yang rentan.
5. Riwayat Kesehatan: Tak Ada Gangguan Sebelumnya
Dalam persidangan, pengadilan mencatat bahwa Zihan tidak memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya, begitu pula keluarganya.
Argumen ini menjadi pondasi utama tuntutan dari orang tua bahwa gangguan mental dialami karena pemutaran film horor tersebut.
6. Tuntutan & Gugatan Orang Tua
Orang tua Zihan menilai pihak sekolah lalai karena memperbolehkan pemutaran film horor tanpa pertimbangan psikologis. Mereka menuntut ganti rugi sebesar 30.000 yuan (sekitar Rp 69 juta).
Menurut mereka, tanggung jawab pengawasan dan seleksi konten di sekolah tidak dijalankan dengan baik.
7. Putusan Pengadilan: Sekolah Dinilai Bersalah Sebagian
Setelah sidang, Pengadilan Rakyat Hengzhou menyatakan sekolah menanggung 30% tanggung jawab atas kejadian tersebut.
Asuransi sekolah kemudian diperintahkan membayar kompensasi sebesar 9.182 yuan kepada Zihan sebagai ganti rugi ekonomi.
Dalam pertimbangannya, pengadilan menyebut bahwa meski Zihan menonton film secara sukarela, persetujuan sekolah dan kurangnya pengawasan menjadi faktor kegagalan pengelolaan.
Dampak & Reaksi Publik
Kasus Gangguan Jiwa Akibat Menonton Film Horor di Sekolah ini memicu perdebatan di media sosial China dan dunia internasional. Banyak warganet menyoroti bahwa sekolah seharusnya lebih hati-hati dalam memilih konten film yang akan diputar di ruang kelas, terutama jenis film horor yang dapat menimbulkan efek psikologis pada siswa.
Beberapa netizen berpendapat bahwa sekolah harus menolak jenis film semacam itu, “ada banyak film lain yang pantas ditonton,” tulis salah seorang komentar.
Di sisi lain, ada yang berargumen bahwa kondisi tubuh atau kesehatan mental siswi tetap berkontribusi pada kejadian tersebut, dan bukan hanya karena tontonan horor.
- Pengawasan sekolah penting: Pemutaran film di sekolah tidak bisa hanya berdasar persetujuan siswa — sekolah perlu menilai potensi dampak psikologis, terutama untuk film horor.
- Asuransi sekolah sebagai mitigasi: Sekolah yang memiliki tanggung jawab besar bisa meminimalkan risiko finansial melalui asuransi, seperti yang dilakukan sekolah ini (asuransi menanggung hingga ratusan ribu yuan per siswa).
- Kesehatan mental di lingkungan pendidikan: Kasus ini menegaskan pentingnya program kesehatan mental di sekolah agar guru dan siswa sama-sama waspada terhadap gejala stres atau gangguan psikologis.
- Perlunya regulasi konten: Mungkin perlu ada kebijakan lebih ketat terkait pemutaran film di sekolah — terutama konten yang bisa menimbulkan trauma atau kecemasan.
- Kesadaran orang tua: Orang tua perlu dilibatkan dalam diskusi pemilihan aktivitas kelas, terutama yang bisa memengaruhi kesehatan psikologis siswa.
Kasus gangguan jiwa akibat menonton film horor yang dialami siswi China ini menjadi pengingat pentingnya tanggung jawab sekolah terhadap kesehatan mental siswanya. Meskipun insiden gangguan jiwa akibat menonton film horor ini tampak sebagai hasil dari satu keputusan yang disetujui bersama, pengadilan menekankan bahwa persetujuan saja tidak cukup — pengawasan dan seleksi konten sangat krusial. Dengan putusan yang menjatuhkan 30% tanggung jawab pada sekolah dan kompensasi melalui asuransi, kasus ini menjadi preseden bagi sekolah-sekolah lain untuk lebih berhati-hati dalam mengelola kegiatan non-akademik di kelas.
