Green Job: Revolusi Dunia Kerja yang Tekan Tekan Menuju Ekonomi Hijau
Green Job semakin menjadi sorotan sebagai bagian dari transformasi global menuju ekonomi berkelanjutan. Di Indonesia, pekerjaan ramah lingkungan ini tak lagi sekadar tren — tetapi kebutuhan mendesak. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah kampus di Tanah Air cukup siap dalam menyiapkan lulusan untuk memasuki era Green Job?

7 Fakta Penting Tentang Green Job di Indonesia
1. Permintaan Pekerja Hijau Diproyeksi Meningkat Pesat
Proyeksi dari Bappenas menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia bisa mencapai 5,3 juta orang pada 2029.
Ini menunjukkan bahwa Green Job bukanlah fenomena kecil, melainkan peluang besar dalam skema ekonomi nasional ke depan.
2. Dorongan Pemerintah ke Kampus dan Pendidikan Vokasi
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menekankan pentingnya kampus dan lembaga pelatihan vokasi untuk menyiapkan SDM kompeten di sektor hijau.
Kolaborasi antara kampus, pemerintah, dan industri menjadi fokus utama agar lulusan memiliki “green skills” yang dibutuhkan.
3. Kemnaker Siap Mendukung Penciptaan Green Job
Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan komitmen kuat untuk mendorong standar kompetensi kerja hijau, modul pelatihan, dan kolaborasi dengan industri.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa regulasi dan kerangka kebijakan tengah diarahkan untuk mendukung ekonomi berkelanjutan.
4. Kesenjangan Kurikulum Kampus Masih Jadi Hambatan
Meski potensi besar, masih banyak perguruan tinggi yang belum mengintegrasikan pembelajaran terkait Green Job dalam kurikulumnya.
Akibatnya, lulusan mungkin belum memiliki keterampilan spesifik seperti manajemen energi, analisis karbon, atau teknologi bersih.
5. Keterbatasan Pemahaman di Kalangan Mahasiswa
Survei dari Green Network Asia mengungkap bahwa 55% mahasiswa tidak familiar dengan konsep Green Job, meskipun 98% percaya dampaknya positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Hal ini menunjukkan masih lemahnya literasi lingkungan dalam ranah pendidikan tinggi.
6. Peran Vocational Education di Masa Transisi Hijau
Sekolah vokasi (SMK) menjadi sangat strategis. Menurut World Economic Forum, pendidikan vokasi bisa membekali tenaga muda dengan “green skills” yang relevan untuk pekerjaan masa depan.
Dengan pelatihan yang tepat, siswa SMK bisa langsung terserap ke sektor tenaga surya, pengolahan limbah, atau efisiensi energi.
7. Kolaborasi Pendidikan dan Industri Jadi Kunci
Menurut analis SDGs, integrasi antara universitas dan perusahaan sangat penting untuk mengatasi kesenjangan keahlian.
Hanya dengan kerja sama tersebut, lulusan dapat memperoleh pengalaman praktis sekaligus relevansi dengan kebutuhan industri hijau.

Tantangan Utama Kampus dalam Mendukung Green Job
- Kurikulum yang Ketinggalan
Banyak universitas masih berorientasi pada industri konvensional — terutama sektor karbon intensif. Padahal, sektor hijau membutuhkan kompetensi lintas disiplin: teknologi, lingkungan, ekonomi, dan etika berkelanjutan. - Keterbatasan Tenaga Pengajar Hijau
Menurut laporan Bisnis.com, saat ini tenaga pengajar yang kompeten di bidang energi terbarukan atau green economy masih langka.
Tanpa tenaga pendidik yang memadai, sulit untuk membangun pusat riset atau program studi “green”. - Minimnya Insentif untuk Pendidikan Hijau
Beberapa pakar menyebut bahwa insentif bagi program atau dosen dalam jurusan hijau masih kurang.
Ini menghambat perkembangan pendidikan berkelanjutan secara masif di perguruan tinggi. - Literasi Mahasiswa Rendah
Kurangnya pengenalan konsep Green Job membuat banyak mahasiswa tidak menyadari peluang karir masa depan di sektor hijau.
Tanpa pemahaman yang baik, mereka mungkin enggan mengambil program studi terkait hijau.
Peluang Besar bagi Kampus untuk Berkontribusi
- Membuka Program Studi Hijau
Universitas dapat meluncurkan jurusan seperti Energi Terbarukan, Ilmu Lingkungan, Ekonomi Sirkular, dan Teknologi Bersih. Hal ini akan mencetak lulusan yang siap dengan permintaan Green Job. - Menguatkan Kolaborasi dengan Industri
Melalui magang, riset bersama, dan proyek kampus-industri, mahasiswa dapat memperoleh pengalaman nyata sekaligus membantu perusahaan menerapkan praktik ramah lingkungan. - Membangun Pusat Pelatihan dan Laboratorium Hijau
Kampus bisa mengembangkan lab energi surya, pengolahan limbah, atau konservasi air yang juga berfungsi sebagai “pusat riset hijau”, sekaligus sebagai tempat pengajaran praktek. - Memperkuat Literasi dan Kesadaran SDM
Workshop, seminar, dan kurikulum wajib soal keberlanjutan bisa diintegrasikan dalam program studi agar mahasiswa lebih paham tentang manfaat dan prospek Green Job. - Menerapkan Kebijakan Kampus Hijau
Selain aspek akademik, kampus juga bisa menjadi contoh dengan menerapkan praktik ramah lingkungan di kampus: efisiensi energi, pengelolaan limbah, dan penggunaan transportasi hijau.
Green Job dan Peran Kampus di Indonesia
- Green Job adalah peluang kerja masa depan yang tak bisa diabaikan, terutama dalam konteks transisi energi dan ekonomi hijau.
- Proyeksi jutaan tenaga kerja hijau dan dorongan dari pemerintah menunjukkan bahwa era pekerjaan hijau akan semakin menguat.
- Kampus memiliki peran strategis untuk menyiapkan lulusan dengan “green skills” melalui kurikulum, kolaborasi industri, dan pelatihan vokasi.
- Tantangan seperti kurangnya tenaga pengajar hijau dan literasi mahasiswa harus segera diatasi.
- Dengan strategi yang tepat, kampus tidak hanya mendidik ilmuwan dan teknisi hijau, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Green Job bukan sekadar trend — ini adalah jalan menuju ekonomi yang lebih bersih, inklusif, dan berkelanjutan. Dan kampus adalah kunci dalam membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan serta peluang di dunia hijau.

