Pekerjaan terancam digantikan AI semakin menjadi sorotan global. Di tengah kemajuan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI), sejumlah profesi diperkirakan menghadapi risiko besar dalam satu dekade mendatang, menurut laporan terbaru dari lembaga riset dan organisasi internasional.

1. Otomatisasi Masif Pekerjaan Administratif
Menurut laporan Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum (WEF), banyak pekerjaan klerikal seperti petugas tiket, kasir, asisten administrasi, dan sekretaris berpotensi digantikan oleh AI dan sistem otomatisasi.
Laporan WEF bahkan menyebut bahwa 41 persen perusahaan berencana untuk mengurangi tenaga kerja mereka hingga tahun 2030 sebagai bagian dari strategi adopsi AI.
Sementara itu, analisis McKinsey juga memproyeksikan bahwa hingga 30 persen jam kerja di Amerika Serikat dapat diotomatisasi pada tahun 2030, terutama pada peran seperti juru tulis, kasir, dan asisten administrasi.
2. Akuntan dan Pegawai Keuangan Tingkat Rendah
Transformasi pekerjaan akuntansi ikut menjadi sorotan. Di satu sisi, AI memungkinkan otomatisasi tugas-tugas audit atau pembukuan dasar. Namun, PwC justru mencatat bahwa pekerja di bidang keuangan yang menguasai keterampilan AI melihat peningkatan gaji hingga 56 persen.
Bahkan, PwC telah mengubah model pelatihan pegawainya — pegawai junior kini dilatih untuk mengawasi kerja AI, bukan melakukan tugas audit dasar seperti dulu.
3. Profesi Hukum Rentan Disrupsi
Tidak hanya pekerjaan administratif, posisi dalam bidang hukum seperti paralegal, peneliti hukum, dan penyusun kontrak juga menghadapi tekanan otomatisasi. AI yang dapat melakukan analisis dokumen dengan cepat semakin mampu mengambil alih sebagian tugas rutin tersebut.
Meskipun demikian, peran strategis seperti advokat dalam pengadilan masih dianggap lebih aman karena memerlukan pemikiran manusia, penilaian etis, dan empati.
4. Kreatif: Desain Grafis dan Copywriting
Pekerjaan kreatif tingkat dasar juga rentan digantikan AI. Laporan dari Pew Research menyebut bahwa hingga 30 persen pekerjaan di bidang media bisa diotomatisasi pada tahun 2035.
Generative AI semakin canggih dalam menciptakan konten — baik tulisan, iklan, maupun desain — yang membuat peran copywriter atau desainer grafis dasar menjadi lebih rentan terhadap disrupsi.
5. Software Developer dan Pekerjaan Pemrograman Rutin
Bahkan di sektor teknologi, tidak semua pekerjaan kebal terhadap AI. Menurut estimasi World Economic Forum, 40 persen peran pemrograman bisa diotomatisasi pada tahun 2040.
Tugas-tugas pemrograman yang bersifat berulang atau rutin menjadi target empuk AI. Namun, pekerjaan yang melibatkan arsitektur sistem kompleks, pemeliharaan jangka panjang, dan keamanan siber tetap memiliki peluang karena memerlukan kreativitas, penilaian strategis dan pengawasan manusia.
Ancaman dan Peluang: Tidak Semua Buruk
Meskipun banyak pekerjaan terancam digantikan AI, dampak tidak sepenuhnya negatif. Laporan PwC justru menyoroti bahwa produktivitas pekerja dapat meningkat hingga empat kali lipat di sektor pekerjaan terancam digantikan AI.
Selain itu, permintaan akan keterampilan baru naik pesat — laporan PwC menyebut bahwa “kebutuhan keterampilan yang dicari oleh perusahaan berubah 66 persen lebih cepat” di pekerjaan terancam digantikan AI.
Perubahan ini juga mendorong perusahaan dan pekerja untuk melakukan upskilling dan reskilling. Sebanyak 77 persen perusahaan dilaporkan akan melatih kembali karyawan mereka agar bisa bekerja berdampingan dengan AI.
Dengan strategi yang tepat, kolaborasi antara manusia dan AI bisa menciptakan nilai baru, bukan mengakibatkan pekerjaan terancam digantikan AI dan sekadar menggantikan tenaga kerja.
Proyeksi dan Skenario Masa Depan
Para ahli memperingatkan bahwa tanpa persiapan dini, pekerja yang berada di peran berisiko tinggi bisa kehilangan posisinya. Investor dan pemimpin industri juga memperingatkan bahwa restrukturisasi besar dapat terjadi — terutama di sektor keuangan dan hukum — sebelum tahun 2035.
Namun, AI juga membuka kesempatan. Karena AI menyelesaikan tugas berulang, manusia bisa fokus pada pekerjaan yang lebih strategis, kreatif, dan bernilai tambah tinggi.
Jika pelatihan keterampilan baru dilakukan secara masif, beberapa pekerjaan terancam digantikan AI akan bertransformasi menjadi peran hybrid di mana AI menjadi alat bantu, bukan kompetitor.
“Pekerjaan terancam digantikan AI” bukanlah sekadar sensasi — ini adalah realitas yang mulai terasa di banyak sektor. Namun, potensi disrupsi ini dapat dikelola dengan strategi yang tepat: peningkatan keterampilan, pelatihan ulang, dan kolaborasi manusia-AI. Bagi para pekerja, ini adalah panggilan untuk bersiap dan beradaptasi agar tetap relevan di dunia kerja masa depan yang semakin dipengaruhi kecerdasan buatan.

 
		 
		 
		